Cerpen Renungan: Bijaklah Berkata Agar Tidak Menimbulkan Luka Hati
[Parokiminomartani.com] – Pagi-pagi Si Dul sudah mengoda Gombloh karena Tinul memberitahu kalau tetangga yang di ujung jalan akan kembali menempati rumahnya. “Mbloh … kalau ini berita yang pasti akan membuat semua orang di kampung kita ini heboh, termasuk kamu.”
Gombloh: “Kalau satu kampung heboh berarti kamu dan Tinul juga heboh bukan hanya aku saja.”
Dul: “Tapi hebohnya kamu lebih heboh dibandingkan dengan hebohnya aku … eit … aku sudah ga heboh lha sudah dengan soalnya.”
Gombloh: “Lha heboh gimana …. pagi-pagi saja kamu sudah heboh seperti ini kok.”
Dul: “Sini aku beritahu … ingat tetangga yang tinggal di ujung jalan sana, katanya akan kembali ke kampung kita dan menempati rumah di jalan sebelah pas di belakang rumah kita.”
Gombloh: “Serius Dul … wah mati aku Dul kalau benar sampai tinggal di belakang rumah kita … mati aku Dul,” sambil Gombloh memukul dahinya dengan telapak tangan.
Dul: “Weeeh … tenan tho … kamu bukan hanya heboh tapi malah arep mati … hhhhhhhhh.”
Gombloh: “Kamu ga merasakannya maka bisa ngomong gitu … coba kalau kamu rasakan.”
Dul: “Ya wegah … ngrasakke kok ngrasakke mati Mbloh … Mbloh.”
Gombloh: “Kamu ga ingat opo peristiwa anak perempuannya yang marah-marah sama aku itu … yang nyumpah-nyumpah itu.”
Dul: “Hhhhhhhh … kalau itu aku ingat sekali Mbloh … makanya aku memberitahu kamu.”
Gombloh: “Ya itu masalahnya … meski sudah berbuat baik tapi kan tetap aja kalau ketemu aku masih nyumpah-nyumpah.”
Dul: “Emang Mbloh … tidak ada sesuatu yang sudah terluka akan bisa kembali utuh dan baik seperti sedia kala. Akan selalu ada bekas yang tidak mungkin terhapus kan bahkan oleh kematian. Bijak untuk berkata-kata dan bertindak agar tidak banyak luka yang kita buat … jangan-jangan sumpahnya sudah terjadi Mbloh.”
Gombloh: “Ah ga mungkinlah.”
Dul: “Lha itu … buktinya kamu masih jomblo sampai sekarang.”
Gombloh: “Ora ono hubungane ya …. Met pagi … semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita. (Minomartani, Sabtu, 11 Agustus 2018, Romo Andita)