Cerpen Renungan: Hidup, Sebuah Sandiwara Demi Pertunjukkan
[Parokiminomartani.com] – sambil membawa lembaran tebal Tinul nampak bertingkah aneh dan berbeda dari biasanya. Apa yang dilakukan Tinul ini membuat si Dul heran. “Nul … kamu ga sedang sakit tho?” sambil si Dul menghampiri Tinul langsung memegang dahi Tinul.
Tinul: “Begitu teganya kamu melakukan semuanya itu kepadaku … itukah bukti sayangmu kepadaku?” sambil Tinul membaca lembaran kertas yang dibawanya.
Dul: “Waaah wis anget tenan pikirane bocah Iki … Nul sadar yo … yang sudah biarkan berlalu ya Nul.”
Tinul: “Sungguh kamu begitu tega menganggap aku sudah gila ya … teganya kamu kepadaku.”
Dul: “Wah … belum sembuh benar anak ini … wis mbarke wae anger ora mangan tandukan wae.”
Tinul: “Haahahaha … sekarang kamu menganggap kambing ya …. hahahaha … piye aktingku sudah bagus apa belum Dul?”
Dul: “Hhhhhhh … apek Nul terutama saat kamu tertawa … persis orang yang anget beneran.”
Tinul: “Hhhhhhhh … siap casting kalau ada tawaran.”
Dul: “Lha ini tadi cuma latihan tho … aku kira sudah dapat panggilan casting … wis ndagel tenan Iki mau … tak.kiro wis arep oleh peran piguran tenan je … wis tiwas tak tanggapi tenanan.”
Tinul: “Hhhhhhhh … emang lebih baik bagi kita untuk bisa menertawakan diri kita sendiri dengan apa yang kita lakukan, sebelum ditertawakan oleh orang lain karena tingkah laku atau perbuatan kita. Supaya kita sadar bahwa tingkah laku dan perbuatan kita kadang seperti pemain sandiwara yang berperan bukan sebagai diri sendiri … semua demi pertunjukan.”
Dul: “Bener Nul … emang Sarinul yang mblenuk hebat … hebat bersandiwara … tapi yang aku butuhkan sekarang yang nyata Nul.”
Tinul: “Lha ini sudah nyata lho Dul … apa kamu kira ini sandiwara?”
Dul: “Ya belum nyata … lha belum ada sarapannya kok.”
Tinul: “Hhhhhhhh … o iya … sory … wis tak buat dulu … Met pagi … semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita. (Minomartani, Senin, 7 Mei 2018, Romo Andita)