Cerpen Renungan: Mengukur Kebutuhan Hati
[Parokiminomartani.com] – Ketika Gombloh dan si Dul duduk bersama sambil menikmati kopi tubruk, mereka mencoba menghitung kebutuhan yang akan dibeli untuk satu bulan ke depan. Setelah dihitung-hitung ternyata dana tidak mencukupi. “Ckckckck … bisa berkurang ini berat badan kita Dul … lha harus mulai mengencangkan ikat pinggang,” komentar Gombloh.
Dul: “Waaah ada metode baru untuk diet yang Mbloh.”
Gombloh: “Metode apa lho Dul?”
Dul: “Itu tadi … mengurangi berat badan dengan mengencangkan ikat pinggang.”
Gombloh: “Woooooo … gemblung tenan kowe Dul … maksudku itu kita harus mulai menghemat pengeluaran karena dana kita tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu bulan ke depan … lihat ini apa yang aku tulis.”
Dul: “Ooooooo … maaf Mbloh aku kira soal menguruskan badan … karena tadi malam Tinul bilang mau mengurangi berat badannya.”
Gombloh: “Bukan ya Dul … kalau Tinul biar aja Blenuk yang penting sehat dia … kalau sehat kan happy … ini lho lihat berkurang terus lho dana kita kalau sampai seperti ini … makanya tadi aku bilang kita harus mengencangkan ikat pinggang atau harus cari kerja sampingan lain untuk mendapatkan dana tambahan.”
Dul: “Ooooooo … gampang Mbloh … kita bertiga setelah pulang kerja … masing-masing cari kerja lagi yang part time … terutama yang malam hari … lha gaji kerja tambahan kita simpang sebagai tambahan dana … gitu piye?”
Gombloh: “Hmmmmm pagi kerja sore pulang … terus berangkat kerja lagi … pulang malam terus tidur besok gitu lagi … njuk kapan kita bisa makan dan menikmati kopi seperti ini?”
Dul: “Ya ga tahu … kan yang penting dana kita tidak berkurang Mbloh … kamu ga perlu khawatir dan harus mengencangkan ikat pinggang … Tinul pasti jadi langsing Mbloh.”
Gombloh: “Wah … wis ora usah dengan cara seperti itu.”
Dul: “Hhhhhhhhhh … Mbloh eling lan waspodho ya … selama kita hidup tidak ada ukuran yang sebenarnya pas dengan hati kita, akan selalu ada ukuran lain atau ukuran yang lebih besar atau lebih baik bila ada suatu yang telah kita dapatkan. Bahkan kalau kita menghitung angka pun tidak pernah akan bisa berhenti. Karena tidak pernah kita akan sungguh-sungguh bisa mengatakan cukup pada diri kita … maka sebenarnya GUSTI binggung apa yang sebenarnya bisa diberikan kepada kita yang sungguh-sungguh membuat kita merasakan cukup.”
Gombloh: “Terus kita hanya cukup seperti ini saja … lihat Dul … kenyataannya satu bulan ke depan itu dana kita mulai berkurang … maka bisa dipastikan satu tahun ke depan pasti akan habis … terus kita bagaimana?”
Dul: “Hhhhhhhh … oooo … itu tho yang buat kamu sampai ga menikmati kopi tubruknya … hhhhhh … memang satu bulan atau satu tahun ke depan kita masih hidup ya Mbloh … jaminannya apa kalau kita masih hidup Mbloh?”
Gombloh sambil memegang dahinya: “Mboh Dul … ora ono jaminan … di bank banyak jaminan.”
Dul: “Hhhhhhh … nikmati dulu kopi tubruk nya … aku buat dengan rasa syukur yang tulus lho Mbloh … masih bisa menikmati kopi … banyak orang yang tidak bisa menikmati kopi tubruk di pagi hari,” sambil si Dul nyrutup kopinya. “Met pagi … semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita.” (Minomartani, Kamis, 28 Juni 2018, Romo Andita)