Cerpen Renungan: Berhenti Pada Harapan yang Diinginkan
[Parokiminomartani.com] – Dari kamar Gombloh langsung lari keluar menemui Tinul yang masih berdiri di depan pintu. “Nul … Tinul … tadi itu Meice ya … kok suaranya sama dengan suara Meice?” tanya Gombloh dengan ekspresi wajah yang penasaran.
Tinul: “Bukan Mbloh.”
Gombloh: “Serius Nul … aku dengan suaranya tadi itu suaranya Meice … apalagi waktu dengar ketawanya … ga usah bohonglah Nul.”
Tinul: “Weeeeh … ora ya Mbloh.”
Gombloh: “Kalau dia datang kemari … ya beritahu akulah Nul … kan kamu tahu Nul kalau aku pengin sekali ketemu dia … masak kamu ga kasihan sama aku.”
Tinul: “Bukan tidak kasihan sama kamu Mbloh … tapi memang bukan Meice.”
Gombloh: “Ga usah bohong ya Nul … suaranya dan ketawanya itu saya kenal banget … pasti Meice … tega kamu Nul.”
Tinul: “Weeee lha … orang kalau pengharapannya tidak segera terwujud ya seperti ini … impen-impenen.”
Gombloh: “Aku ga mimpi ya Nul … lha aku dengar tadi itu pas ganti baju.”
Tinul: “Aku bilang impen-impenen atau kebayang-bayang … Mbloh ingat … tidak pernah kita manusia akan berhenti sampai pada harapan yang diinginkan karena ketika sampai pada harapan yang diinhinkan, saat itu juga dalam hati dan budi kita sudah tumbuh harapan baru yang lain … tadi itu suaranya mbakyu Darmi.”
Gombloh: “Mbakyu Darmi yang suka cari kami pagi-pagi itu … yang katanya Dul … buat ndongeng ga jelas itu.”
Tinul: “Iya piye mau tak panggilkan biar sesekali ngobrol sama kamu … lumayan lho Mbloh … suaranya dan ketawanya sama seperti Meice … kan lumayan Meicenya ga datang tapi suara dan ketawanya bisa kamu dengar.”
Gombloh: “Ora sudi Nul … wis tak siap-siap maneh … Met pagi … semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita. (Minomartani, Jumat, 20 April 2018, Romo Andita)