Cerpen Renungan: Menunggu
[Parokiminomartani] – Gombloh dengan semangat berdiri di jalan masuk halaman rumah sambil memegang gagang sapu lidi. Dul yang pulang dari beli gas elpiji heran kok Gombloh masih tetap berdiri di jalan masuk halaman. ” weeeh..belum beranjak dari tadi Mbloh…” sapa Si Dul.
Gombloh :” belum Dul…lha belum lewat je…”.
Dul :” lha emang belum lewat sejak dari tadi….mulai aku betangkat sampai aku pulang beli gas itu belum lewat juga…”.
Gombloh :” ya belumlah…kalau sudah lewat ya ga mungkin aku masih tetap berdiri di sini”
Dul :” lha dari pada sejak tadi berdiri… lha lebih baik tadi kamu nyapu halaman sekarang sudah bersih Mbloh…”.
Gombloh :” waaah ya eman-eman Dul… aku tinggal nyapu malah ga tahu nanti sudah lewat apa belum….”.
Dul :” Wiiiiiis pas kalau kamu dipanggil Gombloh…. gini Mbloh yang namanya menunggu itu tidak dengan duduk atau berdiri diam tanpa berbuat apa-apa… hidup kita itu sejatinya hanya menunggu saja yaitu menunggu kematian tapi kalau hanya duduk dan berdiri saja maka hidup menjadi tidak berarti apa-apa…gitu “.
Gombloh :” lha nanti kalau aku nyapu pas yang ditunggu lewat kan jadi ga tahu…”.
Dul :” ya kan kamu nyapu sambil sesekali lihat jalan kan bisa Mbloh…tho kalau lewat yang kamu tunggu pasti kelihatan jelas kok…lah yang kamu tunggu sebenarnya siapa”.
Gombloh :” hhhhhh…ini bukan keinginan aku sih…tapi kinginan Tinul yang minta tolong aku untuk tunggu dia..”.
Dul :” lha i ya..siapa yang kamu tunggu..”
Gombloh :” hhhhhh..mbakyu Prenjak..”.
Dul :” oalah …Gombloh… Gombloh…kalau jam segini mbakyu Prenjak ya ga mungkin lewat…jam segini mbakyu Prenjak sudah di warung mbakyu Darmi…”.
Gombloh :” serius Dul…”.
Dul :” lha aku barusan lewat sana beli gas ini…aku lihat mbakyu Prenjak di sana…malah sama Tinul kok…”
Gombloh :” ooooo…sontoloyo Tinul ki…ngongkon wong malah wis ketemu dewe….wis ora ngenah.”.
Dul :” penantian panjang Mbloh…sing sabar ya..hhhhhh….”
Met pagi…..semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita. (Kamis, 11 Juli 2019, Romo Andita)