September 8, 2024

Cerpen Renungan: Memupuk Rasa Memiliki

[Parokiminomartani.com] – Tinul pulang dari mbok Dharmi bukan hanya membawa sayuran tetapi juga membawa kejengkelan di hati. Sambil menggerutu Tinul masuk dapur yang kebetulan ada si Dul yang sedang membuat kopi tubruk. “Kenapa lagi Nul kok setiap pulang dari warung Mbok Dharmi selalu dengan wajah yang tak sedap dipandang?” sapa si Dul.

Tinul: “Bukan soal dari Mbok Dharmi Dul … tapi soal setiap ketemu orang di jalan selalu ditanya soal gedung posyandu itu kok sekarang ga dirawat … emang aku perawatnya?”

Dul: “Lha terus kamu jawab apa?”

Tinul: “Ya aku jawab ga tahu … tapi mereka omong kan panjenengan yang ikut jadi pengurusnya … pengurus kan bukan berarti perawat apa lagi pemilik … lha kalau itu milikku ya sudah tak pakai buat warung kopi … gitu jawabku.”

Dul: “Hhhhhhhhhh … itulah Nul … mudah bagi kita untuk bertanya atau mempertanyakan dari pada bertindak atau berbuat sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat.”

Tinul: “Lha ya kan sangat jelas kalau bangunan ini berdiri di atas tanah kampung … bangunan juga diperuntukkan untuk kegiatan kampung … berarti kan milik kampung … ya seharusnya kan orang seluruh kampung ini peduli dengan kerusakan yang terjadi … bukan satu dua orang yang bertanggungjawab.”

Dul: “Hhhhhhhh … wis ora perlu kenceng-kenceng … memang seperti itulah kita ini Nul … apapun yang sifatnya milik umum kalau orang-orangnya tidak punya rasa ‘handarbeni’ atau rasa memiliki ya pasti sebagus apapun fasilitas itu dibuat pasti akan hancur.”

Tinul: “Lha nanti kalau kita merawat dikira menguasai.”

Dul: “Lha jelas kalau itu apalagi kamu sebagai pengurus … pasti akan ditanya kalau ada apa-apa … seperti dapur ini … kan kamu yang selalu pakai dan mengurusnya ya pasti ini milik dan kuasaku Nul … makanya aku mau tanya ini … kok bisa gula sampai habis … siapa yang bertanggungjawab ini?”

Tinul: “Hhhhhhhhhh … sory Dul … ini gulanya baru aku beli di Mbok Dharmi.”

Dul: “Nah ini baru rasa memiliki yang sungguh-sungguh.”

Tinul: “Bukan memiliki kalau ini Dul namanya tapi … kamu yang malas beli … ini gulanya teruskan buat kopinya.”

Met pagi … semoga Tuhan memberkati hidup dan karya kita. (Minomartani, 21 Mei 2018, Romo Andita)

Paroki Minomartani